Jumat, 31 Desember 2010
bandung tempo dulu
Kamis, 30 Desember 2010
polaroids
1) Os Femur
Ujung atas (bagian proximal) femur terdiri dari : caput, collum, trochantor major, dan trochantor minor. Caput femoralis berartikulasio (articulatio) dengan asetabulum tulang panggul membentuk artikulasio coxae. Artikulasio ini terbentang dari kolum femoralis, berbentuk bulat, halus, dan dilapisi kartilago artikularis. Konfigurasi ini memberikan ruang gerak yang bebas. Kaput menghadap ke medial, atas, dan depan kedalam asetabulum. Fovea adalah lekukan ditengah kaput yang merupakan tempat melekatnya ligament teres. Collum femoralis (kolum femur) membentuk sudut sebesar 125˚ dengan korpus ossa femoralis (sumbu panjang batang femur). Trochantor major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang femur
Korpus femoralis (corpus) adalah batang femur, meliputi seluruh bagian panjang tulang. Pada ujung atas terdapat trochantor major, dan di posterior medial, trochantor minor. Batas antara korpus dan kolum adalah linea trokantorika (di anterior), dan krista trokanterika (di posterior). Batang femur pada umumnya menampakan kecembungan kedepan, licin, dan bulat pada permukaan anteriornya, namun permukaan posteriornya terdapat linea aspera. Linea aspera yaitu krista yang berjalan longitudinal
Gambar 2.1
Tulang Pembentuk Sendi Lutut
(R.Putz & R.Pabst, Mid 2003)
di sepanjang permukaan posterior femur yang terpisah di bagian bawah menjadi linea suprakondilaris (linea supracondylaris). Linea suprakondilaris medialis berakhir pada tuberkulum adduktor.
Ujung bawah femur terdiri dari kondilus (condylus) femoralis medialis dan lateralis. Struktur ini merupakan tempat artikulasio dengan ossa tibia pada artikulasio genu (articulatio genu). Kondilus lateral lebih menonjol dari pada medial, hal ini untuk mencegah tergesernya patela (gambar 2.2).
2) Os Patella
Patella adalah tulang sesamoid yang terdapat di dalam tendon m. quadriceps. Berbentuk segi tiga dengan puncaknya mengarah ke bawah, puncaknya berhubungan dengan tuberositas tibia melalui ligament patella. Permukaan posterior berartikulasio dengan kondilus femoralis. Kondilus femoralis terletak pada posisi terbuka di depan sendi lutut dan dengan mudah di palpasi melalui kulit, di pisahkan dari kulit oleh bursa subcutanea.
Tepi atas lateral dan medial menjadi perlengketan berbagai bagian dari m. quadriceps femoralis. Otot ini di cegah ke lateral selama bekerja oleh serat horizontal bawah dari m. vastus medialis dan oleh besarnya kondilus lateral femoralis(Gambar 2.3).
Gambar 2.2
Tulang Femur tampak anterior dan posterior
(R.Putz & R.Pabst, Mid 2003)
Gambar 2.3
Tulang Patella tampak anterior dan posterior
Keterangan : Tampak Anterior Tampak Posterior 1. Basis patellae 1. Basis patellae 2. Facies anterior 2. Facies articularis 3. Apex patellae 3. Apex patellae
(R.Putz & R.Pabst, Mid 2003)
3) Os Tibia
Tibia berfungsi memindahkan berat badan dari femur ke talus. Ujung atas tibia memiliki kondilus tibia medialis dan lateralis, berartikulasi dengan kondilus femoralis, kondilus tibialis medialis lebih besar dari pada lateralis. Area interkondilaris adalah daerah antara kondilus tibialis, dimana terdapat dua tonjolan (tuberkulum interkondilaris medialis dan lateralis).
Pada bagian anterior korpus atas, tuberositas tibia bisa di temukan dengan mudah dan ini merupakan tempat insersio ligament patella. Potongan melintang korpus berbentuk segitiga. Korpus memiliki sisi anterior, medial, dan lateral serta permukaan posterior, lateral, dan medial. Batas anterior dan permukaan medial korpus seluruhnya terletak subkutan. Oleh karena itulah korpus tibia merupakan tempat tersering terjadinya fraktur terbuka. Pada permukaan posterior korpus terdapat garis miring (linea soleal) yang menandai origo m. soleus pada tibia. N.Popliteus memasuki area trigeminum di atas linea soleal.
Fibula berartikulasi dengan tibia di superior pada permukaan artikularis aspek postero – inferior kondilus lateralis (artikulasio tibiofibularis / tibiafibula joint). Insisura fibularis terletak di sebelah lateral ujung bawah tibia untuk berartikulasi dengan fibula pada sindesmosis tibiofibularis.
Pada bagian inferior tibia menonjol membentuk maleolus medialis. Maleolus medialis turut membentuk mata kaki yang menstabilkan talus. Maleolus medialis memiliki sulkus di posterior untuk lewatnya tendon tibialis posterior.(gambar 2.4)
| |||||||
|
| ||||||
Gambar 2.4
Tulang Tibia tampak anterior, lateral, dan posterior
(R.Putz & R.Pabst, Mid 2003)
4 Bulan
Bayi berguling kesamping kanan atau kiri
Kegiatan bayi bertambah dari posisi terlentang ke posisi miring (berguling), ini disebabkan karena minat terhadap lingkungan mulai berkembang. Bayi berguling kekanan atau kiri tanpa maksud apapun, dalam posisi ini kepala dan tubuh bertumpu pada alas. Lengan dan tungkai membengkok menahan didepan. Bayi sangat menyukai posisi ini, namun bayi belum mampu untuk mempertahankan keseimbangannya disamping, ia akan berguling kembali keposisi terlentang.
Akhir bulan ke 4
Tumpuan siku-pangul yanga aman dan stabil
Saat ini bayi tampak lebih stabil menjaga keseimbangan diatas perutnya. Untuk dapat melakukan hal tersebut ia sekarang meletakan dua sikunya melampaui sendi bahu. Pusatnya (COG) terdapat pada perut. Karerna dalam posisi tengkurap ini bayi merasa stabil, maka ia dapat tegak dengan baik dan memutar kepala kesegala arah dan ia dapat bermain dalam posisi ini.
Tumpuan satu siku dan pangul (one elbow-pelvic support)
Dengan tumpuan dasar siku-pinggul yang stabil dan dengan mengangkat lutut ke atas, bayi mengeser titio pusat (COG) nya kesamping. Saat in ibayi dapat mengangkat lengan dengan bebas untuk meraih mainan. Ini adalah tahap yang paling penting dalam perkembangan anak. Dia dapat menjaga keseimbanganny. Untuk dapat melakukan ini anak memerlukan kooordinasi otot-otot.
- Bayi dapat mengangkat satu tangan dan bertumpu pada lengan lain
- Mulai menggeser keseimbangan kesamping
Minggu, 18 Juli 2010
sectio caesaria
Proses persalinan adalah proses pengeluaran janin dari dalam uterus melalui vagina. Namun apabila janin tidak dapat lahir secara normal atau alami maka perlu dilakukan operasi yang sering disbut operasi sectio caesaria. Menurut Leon J. Dunn, ada empat alasan dilakukannya sectio caesaria yaitu untuk keselamatan ibu dan janin ketika persalinan berlangsung, tidak terjadi kontraksi, adanya distosia sehingga menghalangi persalinan alami, bayi dalam keadaan darurat sehingga harus cepat dilahirkan tetapi jalan lahir tidak mungkin dilewati janin (Dini Kasdu, 2003).
Adapun masalah-masalah yang timbul akibat operasi sectio caesaria antara lain, potensi terjadinya trombosis, nyeri pada daerah sekitar incisi, gangguan pada transfer ambulasi, potensi terjadinya penurunan kapasitas paru, penurunan elastisitas perut dan lain-lain.
Dari masalah-masalah yang sudah tertulis diatasa tersebut, peran fisioterapi juga dibutuhkan pada pasien pasca operasi sectio caesaria yaitu terapi latihan. Adapun terapi latihan yang diberikan dapat berupa Breathing Exercise, Positioning, Post-natal exercise.Senin, 12 Juli 2010
STRETCHING
Stretching adalah salah satu teknik latihan yang bertujuan untuk penguluran struktur jaringan lunak yang memendek (kisney, 1990). Stretching atau peregangan adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan suatu cara terapi dengan tujuan memperpanjang struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan. Cara ini dapat meningkatkan panjang otot dan lingkup gerak sendi (Barkah Sugiharto, 2008).
Stretching terbagi menjadi passive stretching dan aktive stretching. Passive stretching, adalah penguluran yang dilakukan dengan menggunkan tenaga dari luar atau dari terapis, sedangkan otot-otot pasien dalam keadaan rilek.
1) Prosedur Melakukan passive stretching
Sebelum melakukan passive stretching perlu diperhatikan ketentuan melakukan passive stretching sebelum melakukan latihan, yaitu mengindentifikasi keterbatasan fungsional, menentukan jaringan yang akan di stretching, dan memeriksa kekuatan otot. Kemudian menentukan teknik stretching yang akan digunakan. Setelah didapatkan hasil dari ketentuan tersebut, maka terapis dapat menjelaskan maksud, tujuan dan tata cara penggunaan passive stretching, kemudian posisikan pasien senyaman mungkin dan terapis berada pada posisi yang dapat dengan mudah menjangkau gerakan. Area yang akan di stretching dibebaskan dari sesuatu yang mengganggu, misalnya pakaian yang terlalu longgar.
2) Pelaksanaan passive stretching
Setelah posisi pasien dan terapis berada pada posisi yang nyaman, berikan Fiksasi pada bagian proksimal sendi yang akan digerakan, bagian yang akan digerakan diberikan support dengan baik, agar pasien merasa nyaman saat terapi berlangsung. Kemudian gerakan ekstremitas yang akan di stretching secara perlahan sampai batas sendi, lakukan stretching dimulai dengan kekuatan ringan, sedang sampai berat.
Kemudian turunkan perlahan-lahan tahanan yang diberikan, istirahat dan ulangi kembali stretching. Setelah dilakukan stretching bila diperlukan berikan terapi dingin pada jaringan lunak, untuk menghindari nyeri dan microtrauma pasca stretching.
Minggu, 04 Juli 2010
Mengenal DMP (dystropia musculorum progresifa) tipe DUCHENNE
Jaringan otot adalah suatu jaringan yang disusun oleh sel-sel otot yang berfungsi untuk menggerakkan organ-organ tubuh. Kemampuan tersebut disebabkan karena jaringan otot mampu berkontraksi. Kontraksi otot dapat berlangsung karena molekul-molekul protein yang membangun sel otot dapat memanjang dan memendek.
Distrofi otot adalah suatu kelainan otot yang biasanya terjadi pada anak-anak karena adanya penyakit kronis atau cacat bawaan sejak lahir, sedangkan Kelemahan otot adalah suatu keadaan di mana otot tidak mampu lagi melakukan kontraksi. Pada penderita distropia muskulorum progresiva terjadi degenerasi yang progresif pada otot tanpa adanya kelainan dari susunan saraf pusat, spinal cord, anterior horn cell, saraf tepi dan neuromuskular junction (Roberta B, 1995).
Catatan sejarah mengenai muscular dystrophy (MD) pertama kali muncul pada tahun 1830, ketika Sir Charles Bell menulis suatu kejadian mengenai suatu penyakit yang menyebabkan kelemahan penyakit pada anak - anak. Dalam dekade selanjutnya, ahli penyakit saraf dari Prancis Guillaume Duchenne memberikan laporan mengenai 13 anak laki-laki dengan bentuk tersering dan terparah dari penyakit ini yang selanjutnya dinamakan sesuai namanya Duchenne muscular dystrophy (Hendy stio iwantono, 2008).
Keluhan utama pada penderita DMP tipe Duchenne adalah kelemahan otot yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan baru dalam rehabilitasi. Fisioterapi memegang peran yang penting dalam menjaga fleksibilitas otot, mencegah terjadinya kontraktur dan mobilisasi sendi dengan mengunakan terapi latihan. Insiden distropia muskulorum progresiva antara 13 sampai 33 dalam 100.000 kelahiran hidup bayi laki-laki (Halum A. 1995). Sumber lain mengatakan sekitar 1 sampi 3500 kelahiran hidup bayi laki-laki (Wayne A).
Dilihat dari aspek fisioterapi, distropia muskulorum progresiva tipe Duchenne dapat menimbulkan berbagai tingkatan gangguan yaitu “impairment” seperti menurunnya kekuatan otot, keterbatasan gerak akibat dari kontraktur dan “disability” seperti ketidakmampuan mengangkat kaki, bahkan tingkat “functional limitation” seperti keterbatasan melakukan kegiatan tertentu seperti berdiri, berjalan, menaiki tangga, memakai baju dan lain-lain akibat dari menurunnya kekuatan otot.
Pada penderita distropia muskulorum progresiva tipe Duchenne kelemahan otot yang terjadi tidak dapat ditingkatkan lagi kekuatan ototnya, sehingga tujuan dari pemberian terapi hanya untuk memperlambat lajunya kelemahan, menjaga luas gerak sendi, memelihara fleksibilitas otot, menghindari kontraktur dan mencegah terjadinya deformitas yang dapat memperparah keadaan pasien. Untuk mencapai tujuan tersebut banyak metode terapi latihan yang dapat diberikan seperti relaxed passive movement, forced passive movement, stretching atau gabungan dari teknik-teknik tersebut.
Definisi
Dystrophia muskulorum progresiva (DMP) adalah suatu kelompok kelainan genetik yang menyebabkan kelemahan otot secara progresif. Gejala yang terjadi pada penderita DMP berbeda-beda sesuai dengan distribusi dan perluasan kelemahannya, onset usia, dan tingkat progresifitasnya (Hendy S, 2008).
Duchenne muskular dystrophy (DMD) adalah penyakit turunan (X-linked) yang menyerang secara progresif pada otot karena adanya mutasi gen untuk pembentukan protein dystrophin di dalam serat otot (Faye Williams, 2008).
Duchenne muskular dystrophy adalah penyakit kelainan otot yang disebabkan karena adanya delesi dalam kromosom X bagian p21 yang mengkode protein dystrophin, yaitu suatu komponen penting struktur otot. Tanpa adanya dystrophin, sarkolema akan menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan ini meyebabkan struktur otot akan rusak (Leigh Chambers, 2008).
Etiologi
Duchenne muskular dystrophy disebabkan oleh suatu mutasi gen dystrophin yang bertanggung jawab atas struktur otot, ketidakhadiran dystropin menyebabkan kerusakan pada struktur otot, sehingga menyebabkan masuknya kalsium secara berlebihan menembus sarkolema. Dengan masuknya kalsium yang berlebihan menyebabkan tekanan oksidatif pada sarkolema.
Duchenne muskular dystrophy adalah suatu penyakit yang disebabkan karena kelainan kromosom X regio p21, sehingga penyakit ini banyak mengenai pada laki-laki. Karena pada wanita mempunyai dua kromosom X, satu kromosom X dari ibunya dan satu lagi kromosom X dari ayahnya. Jika wanita tersebut mendapatkan warisan kromosom Xp21 yang cacat baik dari ibu atau dari ayahnya maka wanita tersebut akan menjadi pembawa kecacatan, yang diturunkan kepada anak-anaknya. Sedangkan pada laki-laki hanya mempunyai satu kromosom XY. Kromosom X diturunkan dari ibunya dan kromosom Y di turunkan dari ayahnya, sehingga apabila anak laki-laki tersebut menerima kromosom Xp21 yang cacat, anak laki-laki tersebut sudah pasti mendapat penyakit ini.
Wanita yang memiliki kecacatan pada salah satu kromosom Xp21 tidak akan memperlihatkan kelainan seperti pada pria, karena wanita mempunyai dua kromosom X, dimana kromosom yang dominan akan menggantikan kecacatan yang terjadi pada kromosom yang cacat, sehingga wanita akan terkena penyakit ini apabila wanita tersebut mendapatkan warisan kromosom Xp21 yang cacat dari kedua orang tuanya (Brian Kirmse, 2006).
Pada tahun 1986 para ilmuan menemukan bahwa gen bertanggung jawab atas terjadinya Duchenne muskular dystrophy, tetapi para ilmuan tersebut masih mencari jawaban mengapa gen dapat menyebabkan kelemahan otot. Pada tahun berikutnya suatu protein yang disebut dystrophin ditemukan. Pada penderita Duchenne muskular dystrophy protein tersebut tidak ditemukan di dalam otot mereka. Dystrophin berfungsi untuk memelihara struktur dari otot, Ketidakhadiran dystrophin menyebabkan struktur otot menjadi rusak sehingga menyebabkan salah satu unsur pokok kinase kreatina kelur dari otot, dimana unsur tersebut dibutuhkan dalam proses membentukan energi untuk kontraksi otot (Emery Alan, 1994).
Wagner dkk (2001) menyebutkan bahwa Duchenne muskular dystrophy ini disebabkan oleh mutasi pada gen terpaut kromosom X (bersifat resesif), yang menyebabkan penghentian prematur pada translasi distropin, yaitu salah satu protein yang berperan dalam pembentukan sel-sel tulang dan serat-serat otot.
Pada penderita Duchenne muskular dystrophy terdapat kerusakan struktur otot yang disebabkan ketidakhadiran dystrophin di dalam otot, sehingga menyebabkan keluarnya creatine phospokinase (CPK) yang berfungsi sebagai unsur pokok dalam proses pembentukan energi untuk kontraksi otot. Karena adanya kerusakan pada otot tadi, menyebabkan masuknya kalsium yang berlebih ke dalam otot sehingga menyebabkan kematian sel yang pada akhirnya serat otot akan mengalami nekrosis dan digantikan oleh jaringan lemak (Wikipedia, 2007).
Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang utama pada Duchenne muskular dystrophy adalah kelemahan otot, yang mula-mula menyerang pada otot-otot panggul kemudian menyebar ke bahu, lengan dan kaki.
Gejala kelemahan ini dimulai pada anak berusia 3 - 5 tahun, anak dengan yang menderita DMP ini biasanya tumbuh seperti anak-anak normal lainnya, tetapi sewaktu anak mulai berdiri dan mencoba untuk berjalan, maka kelemahan pada otot-otot menjadi jelas terlihat, pada anak DMD biasanya mempunyai pola berjalan “waddling gait atau clumsy gait”, yaitu gaya berjalan terombang-ambing. Ini terjadi akibat dari kelemahan otot-otot panggul, dimana otot-otot panggul dipaksa bekerja, sehingga badan terombang ambing. Bisanya pada penderita DMD terjadi pseudohipertrofi otot-otot terutama pada betis.
Pada usia 5 tahun anak tidak pandai berlari seperti anak lainnya, dan sering terjatuh, setelah jatuh anak akan sulit untuk bangun. Pada saat anak mencoba untuk bangun, ia seakan-akan memanjat dirinya sendiri agar dapat berdiri tegak. Pada awalnya si anak jongkok, kemudian kedua tangan berpegangan pada tungkai bawah, kemudian pegangan merambat kearah atas, mencapai lutut, paha, dan akhirnya anak tersebut mampu berdiri, tanda-tanda ini disebut Gower’s sign. Lordosis lumbal akan menjadi berlebihan (Harsono, 1996).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan creatinine phosphokinase (CPK) di dalam darah (Lauro, 1985). Peningkatan yang terjadi sebanyak 50 – 100 kali lebih besar yaitu sekitar 15.000 – 35.000 iu/1, pada orang normal CPK dalam darah sebesar 30 - 60 iu/1 (Wikipedia, 2008).
Pemeriksaan biopsi otot dilakukan untuk membedakan penyebab kelainan neuromuscular, kelainan metabolic myopathi dan kelainan bawaan. Pemeriksaan biopsi otot juga dilakukan untuk mengetahui kehadiran dystrophin pada otot (Laura, 1985).
iirieut@yahoo.co.id